Judul: Arung Palakka Sang Pembebas
Penulis: La Side
Penerjemah: H.
A. Ahmad Saransi -
Penerbit: Pustaka Sawerigading
Tahun
Terbit: 2014
Jumlah
Halaman: xxxiv + 154
ISBN: 978-602-9248-19-7
Penulis
Resensi: Suharman, S.S., MIM.
Buku ini awal mulanya ditulis dalam bahasa
Bugis dan dengan menggunakan aksara Lontara Bugis, yang kemudian dialih-bahasakan
dan dialih-aksara-kan kedalam bahasa Indonesia dengan aksara Latin. Sosok yang
penuh kontroversi Arung Palakka, nampaknya tak pernah berhenti menjadi topik
penulisan oleh para peneliti, sejarawan, dan pemerhati sejarah lainnya. Bisa
dikatakan beliaulah tokoh Sulawesi Selatan yang mungkin paling banyak ditulis
dalam buku buku sejarah.
Kisah dalam buku ini
sebenarnya tidak murni sejarah Arung Palakka, tapi lebih bersifat Roman
Sejarah. Menurut Wikipedia Indonesia, Roman adalah cerita rekaan yang
menggambarkan kronik kehidupan para tokoh secara rinci dan mendalam. Dalam
cerita roman, kehidupan yang digambarkan tidak hanya penggalan peristiwa
kehidupan saja, tapi dimulai sejak lahir sampai dewasa. Kisah ini dinarasikan
seakan akan penulisnya (La Side) hidup sezaman dengan Arung Palakka sendiri
sehingga dalam kisah ini, ada banyak dialog dialog antara para tokoh yang
berperan didalamnya.
Tentu saja dialog
dialog yang ada dalam buku ini hanya rekaan penulisnya saja dengan tetap
menggunakan tokoh sejarah dan alur cerita yang merujuk pada kisah perjuangan tokoh
Arung Palakka. Pada masa Arung Palakka hidup, belum ada teknologi yang dapat
merekam dialog para bangsawan dan raja, namun ada beberapa petuah dan nasehat
dari para tokoh yang sempat dicatat dan dilestarikan dan masih dapat diakses
sampai sekarang dalam buku koleksi lokal Sulawesi Selatan.
“…tak diragukan
lagi bahwa keterlibatan Arung Palakka dan orang orang Bone dalam perang adalah
pemulihan harga diri, siri’. Keduanya diikat oleh satu hubungan emosional yang
amat dalam, pesse. (Mukhlis Paeni)
Buku ini diawali
dengan Kata Pengantar dari Penerbit, Sambutan dari H. Ajiep Padindang,
Pengantar dari Penerjemah, H. A, Ahmad Saransi dan Prolog dari Dr. Mukhlis
PaEni, ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI).
Kemudian kisah “Arung
Palakka, Sang Pembebas” ini dibagi dalam fragmen fragmen sebagai berikut: Sang
Kakek, Bone Paliliq Gowa, Kekalahan di Sempeq, Arung Tanatengnga, Kerjapaksa di
Gowa, Kerja Bersama Rakyat, Wafatnya Sang Ayah, Sebuah Rencana, Hari Pembebasan,
Persekutuan, Perang di Lamuru, Pengejaran Pasukan Gowa, Menuju Buton, Berlindung
di Buton, Menuju Batavia, Menyerang Pariaman, Karaeng Bontomarannu, Pulang Ke
Bone, Menaklukkan Gowa.
Pada bagian akhir ada
Glossarium yaitu penjelasan istilah istilah dalam bahasa Bugis kedalam bahasa
Indonesia, tentang Penulis (La Side) dan tentang Penerjemah (H.A. Ahmad Saransi).
Meskipun masuk
kategori Roman Sejarah, namun buku ini cukup tepat direkomendasikan bagi siapa
saja yang ingin menambah pengetahuan sejarah khususnya sejarah Arung Palakka,
dan konflik yang timbul antara Arung Palakka dan Sultan Hasanuddin dari Kesultanan
Gowa. Kisahnya sangat menarik seakan akan membaca kita kemasa masa perang
antara Kerajaan Bugis (Bone dan Soppeng) dengang kerajaan atau Kesultanan Gowa.
Penulis juga cukup detail dalam menggambarkan situasi kehidupan masyarakat pada
masa itu.
Sebagaimana Roman
Sejarah pada umumnya, sering kali terjadi distorsi fakta sejarah. Untuk
kepentikang naratif, penulis bisa saja mengubah, menambah atau mengurangi fakta
fakta sejarah yang ada. Pembaca roman sejarah bisa saja salah paham dalam
memahami tokoh yang dikisahkan. Roman sejarah juga harus mematuhi batasan waktu
dan tempat, sehingga penulis seringkali bisa jadi penulis merasa kreatifitasnya
dalam menulis kisah ini sangat terbatas.
Buku ini koleksi Perpustakaan Abdurrasyid Daeng Lurang, Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan Sulawesi Selatan.
No comments:
Post a Comment