Fort Rotterdam merupakan sebuah benteng "simpang antara masa lalu dan masa kini; simpang arsitektur Nusantara dan Eropa; simpang politik Kolonial dan Indonesia; simpang fungsi, pertahanan, politik ekonomi, dan budaya". Benteng ini terletaknya di Jalan Ujung Pandang Nomor 1 Makassar, menjadi land mark yang menandai kebesaran Kerajaan Gowa, keberadaan Kolonial di Makassar, serta cikal bakal terbentuknya Kota Makassar.
Benteng Pannyuwa, Benteng Jumpandang (Ujung Pandang), ataupun Kotayya beberapa nama yang sering dipertukarkan untuk menyebut benteng ini. Di usia lima abad, benteng ini adalah satu-satunya benteng yang berdiri megah dan terawat hingga abad XXI. Dari beberapa sumber meyakinkan untuk disimpulkan bahwa, Raja Gowa IX bernama Daeng Matanre Karaeng Tumaparrisi' Kallonna sebagai tokoh penting yang telah menggagas pembangunan benteng-benteng Makassar.
Peranan Benteng Ujung Pandang dari Masa Kemasa seperti yang di tulis oleh Muhammad Ramli mulai Masa Pemerintahan Kerajaan Gowa hingga Saat ini.
Masa Pemerintahan Kerajaan Gowa
- Benteng Ujung Pandang dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa X yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung atau Karaeng Tunipalangga Ulaweng
- Benteng pengawal Kerajaan Gowa untuk melindungi Benteng Sompa Opu sebagai pusat kerajaan
- Pada tanggal9 Agustus 1634, Sultan Gowa XIV (I Mangerangi Daeng Manrabbia atau Sultan Alauddin) membuat dinding tembok dengan batu padas hitam, batu karang, dan batu bata serta menggunakan kapur dan pasir sebagai perekatnya.
- Pada tanggal 23 Juni 1635, dibangun lagi dinding tembok kedua di dekat pintu gerbang.
- Pada Tahun 1667, Benteng Ujung Pandang diserahkan kepada VOC dan diubah namanya menjadi Benteng Rotterdam. VOC mulai melakukan penataan di dalam benteng dan membangun gedung-gedung.
- Pada masa Kolonial Belanda (1667-1942) benteng ini berfungsi sebagai markas komando pertahanan, kantor pusat perdagangan dan pemukiman bagi para pejabat tinggi Belanda.
- Pangeran Diponegoro ditawan di benteng ini sejak tahun 1833 sampai dengan wafatnya pada 8 Januari 1855.
- Pada tahun 1937, Benteng Ujung Pandang diserahkan Pemerintah Belanda kepada Yayasan Fort Rotterdam.
- Pada tahun 1938, pemerintah Hindia Belanda mendirikan museum di bekas kediaman Cornelis Speelman yang diberi nama Celebes Museum.
- Pada tanggal 23 Mei 1940 bangunan ini didaftar sebagai monumen bersejarah dengan Nomor Registrasi 1010 sesuai Monumenter Staatsblad Tahun 1931.
- Benteng Ujung Pandang (1942-1945) dijadikan sebagai kantor dan pusat penelitian ilmiah khususnya pada ilmu pertanian dan Bahasa.
- Jepang membangun satu gedung berarsitektur Eropa, sama dengan bangunan lainnya di dalam benteng.
- Pada tahun 1945-1949, Benteng Ujung Pandang dimanfaatkan sebagai pusat kegiatan pertahanan Belanda dalam menumpas pejuang-pejuang Republik Indonesia.
- Pada tahun 1950, Benteng Ujung Pandang menjadi tempat tinggal anggota TNI dan warga sipil.
- Pada tahun 1950, Benteng Ujung Pandang dikuasai Belanda dan dijadikan Pusat Pertahanan Tentara Koninklijke Nederlandsch Indische Leger (KNIL) dalam melawan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada tahun yang sama KNIL dibubarkan dan Benteng dikuasai TNI.
- Berdasarkan Surat Kepala. Dinas Purbakala No. 504/0.4 tanggal 4 April 1953 bahwa ruangan-ruangan di dalam benteng Ujung Pandang yang bisa menempati usaha yang bersifat kebudayaan saja.
- Pada tahun 1970, Benteng Ujung Pandang dikosongkan dan kemudian dipugar.
- Pada tanggal 21 April 1977, Benteng Ujung Pandang secara resmi dijadikan Pusat Kebudayaan Sulawesi Selatan.
- Pada tahun 1970, Salah satu gedung di dalam kompleks Benteng ini difungsikan menjadi Museum Provinsi Sulawesi Selatan atau dikenal dengan nama Museum La Galigo.
- Pada tanggal 22 Juni 2010 Benteng Ujung Pandang ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya.
- Pada tanggal 27 April 1977, Benteng Ujung Pandang diresmikan sebagai Kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar. Saat ini berganti nama menjadi Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sulawesi Selatan.
- Pada tahun 2018, Benteng Ujung Pandang ditetapkan sebagai Cagar Budaya Peringkat Kota sesuai melalui Surat Keputusan Walikota Makassar Nomor: 574/432.2/tahun 2018 tanggal 11 Januari 2018 tentang Penetapan Benteng Fort Rotterdam sebagai Situs Cagar Budaya Peringkat Kabupaten/Kota.
- Fort Rotterdam Undercover (lwan Sumantri)
- Kawasan Benteng Rotterdam sebagai " Urban Heritage" (Laode Muhammad Aksa)
- Serba-Serbi Benteng Ujungpandang dalam Narasi Lontara (Muhlis Hadrawi)
- Peranan dan Penamaan Benteng Ujungpandang dari Masa ke Masa (Muhammad Ramli)
- Bermula dari Benteng Ujung Pandang: Telisik Nilai Penting Dibalik Fort Rotterdam (Yadi Mulyadi)
- Fort Rotterdam: Pelabuhan Terakhir Sang Pangeran Diponegoro (Nusriat)
- Sistem Penataan Ruang Situs Cagar Budaya Benteng Rotterdam Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan (Iswadi)
- Arsitektur Fort Rotterdam (Adang Sujana dan Nafsiah Aswawi)
- Vandalisme di Benteng Rotterdam: Eksistensi Keliru Generasi Muda (Yusriana)
- Pengelolaan Benteng Ujungpandang di Masa Mendatang (Andini Perdana)
- Benteng Rotterdam Sebagai Public Space (Anggi Purnamasari)
Buku ini salah satu koleksi Layanan Deposit, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi jalan Sultan Alauddin Km. 7 Tala'salapang-Makassar, mengajak pembaca berselancar dalam peristiwa sejarah dan budaya.
Penanggung Jawab: Laode Muhammad Aksa
Editor: Iwan Sumantri
Penerbit: Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sulawesi Selatan
Tempat Terbit: Makassar
Tahun Terbit: 2021
ISBN: 978-623-99092-0-8
No comments:
Post a Comment